Senin, 21 September 2015

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan ASO ( Amplatzer Septal Ocluder)

Pengertian
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar
serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin.
(Jurnal Kardiologi Indonesia, 2007)
Defek Septum Atrium (ASD) adalah setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan
hubungan antara atrium kanan dan atrium kiri.
(Samik Wahab, 2009)



 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
1).  Faktor Prenatal.
      a. Ibu menderita infeksi Rubella
      b.  Ibu alkoholisme
      c.  Umur ibu lebih dari 40 tahun
      d. Ibu menderita diabetes melitus
      e.  Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2).  Faktor genetic
      a.  Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b.  Ayah atau ibu menderita PJB
c.  Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskular Pusat
   Jantung Dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001)

2.3     Klasifikasi ASD
Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 5 tipe, yaitu : 
1). Ostium Primum (ASD 1)
     Kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan berbagai
     kelainan seperti katup atrioventrikular dan septum ventrikel bagian atas. Kerusakan
     primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendiri nya.
2). Ostium Secundum (ASD 2)
     Merupakan tipe ASD yang tersering, kerusakan yang terjadi terletak pada bagian tengah septum atrial dan
      fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD ostium sekundum. Sekitar setengah nya ASD menutup
      dengan sendiri nya. Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan
      dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normal nya akan menutup segera setelah kelahiran, namun
      pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi
      septum atrial yang sejati.
3).  Sinus Venosus Defek
     Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, di dekat vena besar (vena cava superior)
     membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan kelainan aliran

     balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava superior
     maupun atirum kanan.
4). Sinus Venosus Defek Tipe Vena Kava Inferior
     Lokasi defek di bawah foramen ovale dan bergabung dengan dasar vena kava inferior.
5). Sinus Koronarius Defek
     Defek terletak pada muara dari sinus koronarius yang akan menyebabkan terjadinya
     hubungan antara dinding atrium dimana pada keadaan normal seharusnya terpisah antara
     sinus koronarius dengan atrium kiri. Tipe ini biasanya disertai dengan adanya aliran pada
     bagian kiri vena kava superior ke bagian atap atrium kiri.

Klasifikasi ASD


Embriologi
 Embriologi Jantung terdiri atas 4 tahapan:
 1). Tubing  : Yaitu tahapan ketika bakal jantung masih merupakan suatu tabung sederhana
                      dimulai pada awal minggu ke 3 atau hari ke 18 kehamilan.
 2). Looping: Perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar, dimulai pada akhir 
                      minggu ke 3 sampai ke 4 usia kehamilan
 3). Septasi  : Terjadi proses pembentukan dan penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan
                      antara aorta dan arteri pulmonalis, terjadi pada minggu ke 5 sampai ke 8.
 4). Migrasi : Pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhir

  
Pada minggu ke- 4 perkembangan janin, suatu rigi berbentuk bulan sabit terbentuk dari atap atrium komunis ke dalam lumen. Rigi ini merupakan bagian pertama dari septum primum. Lubang diantara tepi bawah septum primum dan bantalan endokardium adalah ostium primum (Gambar 11.14 A dan B). Pada perkembangan selanjutnya perluasan bantal-bantal endokardium superior dan inferior tumbuh di sepanjang tepi septum primum, yang kemudian berangsur-angsur menutup ostium primum (Gambar 11.14 C dan D). Akan tetapi, sebelum terjadi penutupan secara sempurna, kematian sel menghasilkan lubang-lubang pada septum primum yang apabila lubang-lubang ini bergabung menjadi satu terbentuklah ostium sekundum. Dengan demikian tetap terjadi aliran darah yang bebas dari atrium primitif kanan ke kiri. Ketika lumen atrium kanan meluas akibat menyatunya kornu sinus, timbulah suatu lipatan baru berbentuk bulan sabit. Lipatan baru ini dinamakan septum sekundum (Gambar 11.14 C dan D), yang tidak pernah membentuk sekat pemisah yang sempurna di dalam rongga atrium (Gambar 11.14 G). Septum sekundum ini akan meluas ke bawah menuju ke arah sekat atrioventrikular yang kemudian akan menutupi ostium sekundum. Lubang yang ditinggalkan oleh septum sekundum disebut foramen ovale. Jika bagian atas septum primum berangsur-angsur menghilang, bagian yang tertinggal menjadi katub foramen ovale. Jalan di antara kedua rongga atrium terdiri atas sebuah celah memanjang yang miring, dan darah dari atrium kanan mengalir ke atrium kiri melalui celah ini. Setelah lahir, peredaran paru mulai bekerja dan tekanan paru mengalami penurunan sedangkan tekanan pada atrium kiri mengalami peningkatan yang menyebabkan katub foramen ovale tertekan ke septum sekundum, dengan demikian menutup foramne ovale dan menyekat atrium kanan dan kiri.

Phatogenesis
Pemisahan atrium kanan dan atrium kiri kira-kira terjadi pada minggu ke enam kehamilan. Akan terbentuk septum primum dan septum sekundum. Bila kegagalan terjadi pada fase septasi yaitu pertumbuhan septum primum maka akan terjadi defek septum atrium primum (disebut dengan ASD I) dan bila kegagalan terjadi pada pertumbuhan septum sekundum akan terjadi defek septum atrium sekundum (dinamakan dengan ASD 2). Defek sinus venosus biasanya terletak pada muara vena cava superior. Defek ini hampir selalu disertai dengan tidak normal nya vena pulmonalis kanan. Defek sinus koronarius terletak pada muara dari sinus koronarius yang akan menyebabkan terjadi nya hubungan antara dinding atrium dimana pada keadaan normal seharus nya terpisah antara sinus koronarius dengan atrium kiri. Tipe ini biasa nya disertai dengan adanya aliran pada bagian kiri vena kava superior ke bagian atap atrium kiri. Menentukan tipe kelainan ASD ini sangat penting, karena berkaitan dengan penatalaksanaan medis untuk memperbaiki kelainan ini apakah diperlukan tindakan bedah atau intervensi non bedah.
  Patofisiologi
Adanya defek menyebabkan sejumlah darah yang teroksigenisasi (dari vena pulmonal) mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah  yang masuk ke atrium kanan (venous return). Aliran darah ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 9-12 mmHg sedangkan pada atrium kanan 8 mmHg). Total darah tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Adanya aliran darah yang abnormal tersebut menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali lebih banyak dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, maka tekanan nya pun bertambah sehingga tahanan katup arteri pulmonalis naik, hal ini menyebabkan perbedaan tekanan sekitar 15-25 mmHg yang akhirnya menimbulkan bising sisitolik pada saat auskultasi. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonal, maka tahanan arteri pulmonal pun meningkat sehingga mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Dengan adanya hal tersebut arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik rendah oksigen hal ini disebut dengan sindrom Eisen Menger akibat nya dapat terjadi hipoksemia dan sianosis.

Patoflow
 

6  Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
1). Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
2). Tidak memiliki nafsu makan yang baik
3).  Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
4).  Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
1).  Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah (hal ini terjadi biasanya bila sudah terdapat sindrom eisen menger)
2).  Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
3).  Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
4).  Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

7    Komplikasi
1). Gagal Jantung
2).  Penyakit pembuluh darah paru
3).  Endokarditis
4).  Aritmia
5). Gagal Tumbuh Kembang

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah :
1).  Foto toraks
Pada defek ASD yang kecil gambaran pada foto thorax masih dalam batas normal
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks menunjukkan atrium
kanan dan ventrikel kanan yang membesar dan dengan konus / batang  arteri pulmonalis
yang menonjol sehingga pada hilus sering tampak denyutan ( pada fluoroskopi) yang
disebut sebagai hilam dance. Jantung membesar serta vaskularisai paru yang bertambah
yang di sesuaikan dengan besarnya pirau. 

 
2).  Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal.
3).      Echokardiografi
§  Dengan mengunakan Echokardiografi Trans Torakal (TTE) dan Doppler berwarna
dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan
keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang memang sering terjadi pada ASD.
§  Echokardiografi Trans Esofageal (TEE) dapat dilakukan pengukuran besar defek
secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,
juga kelainan yang menyertai.
4).  Katerisasi jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
·  Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
·  Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
·   Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
·   Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis

 Penatalaksanaan
1     Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt yaitu
menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan
terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih
dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP / QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1  karenanya dengan mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa
manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur
3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama untuk penutupan defek sekat
atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal obstruktif. Pencegahan masalah irama di
kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongestif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan,
tetapi sebenarnya defek dapat ditutup. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat mematikan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr.Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska operasi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru


2     Terapi Intervensi Non Bedah
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.

1  Pengertian ASO ( Amplatzer Septal Ocluder)
adalah suatu tindakan intervensi non bedah yang dilakukan pada kelainan ASD sekundum   dengan menggunakan amplatzer.

2  Tujuan ASO
Untuk mengobati / mengatasi penyakit jantung bawaan baik pada anak-anak maupun dewasa pada kelainan jantung Atrial Septal Defek khusus nya tipe 2 / sekundum.


3  Deskripsi Alat
Amplatzer Septal Ocluder pertama kali di temukan oleh dr.KURT AMPLATZ (warga negara austria) pada tahun 1995. ASO (Amplatzer Septal Ocluder)  adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (vena femoralis). Alat ini terdiri dari cakram ganda yang dapat mengembang sendiri yang  teranyam kuat menjadi 2 cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm dan terbuat dari anyaman kawat nitinol (diameter 0,004-0,0075 inci) yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch yang terdiri dari lapisan dacron dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang / komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Kedua cakram bersifat self centered, dan cenderung berlawanan satu dengan yang lain untuk memastikan kontak yang kuat dengan septum atrium. Cakram sisi kiri sedikit lebih besar dibandingkan sisi kanan, karena adanya tekanan atrium yang lebih besar. Alat ASO tersedia dengan berbagai ukuran, mulai dari 4 mm sampai dengan 40 mm. Ukuran alat tersebut mencerminkan diameter pingggang alat. Ukuran diameter pinggang alat ditentukan melalui diameter defek dalam keadaan teregang, yang didapatkan melalui suatu metode ballon sizing yaitu dengan memasukkan cairan sehingga balon mengembang sampai pirau kiri kekanan berhenti. Ukuran alat yang dipilih mempunyai ukuran yang sama atau 2 - 4 mm lebih besar dibandingkan diameter defek dalm keadaan teregang. Alat ini pertama kali di teliti dan di uji coba pada hewan pada tahun 1997, kemudian dilakukan pada manusia melalui berbagai studi multisenter sampai di dapatkan kesimpulan bahwa tindakan ini sangat efektif, aman dan menunjukan hasil yang sangat baik. 

Penutupan ASD secara intervensi non bedah ini menunjukan hasil yang baik, angkakesakitan peri  rosedural yang minimal, dapat mengurangi angka kejadian aritmia atrium dan dapat di gunakan pada ASD berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah resiko infeksi pasca tindakan yang minimal dan masa pemulihan & perawatan di rumah sakit yang singkat, trauma bedah yang minimal serta secara subjektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan bedah jantung terbuka. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American food and Drug Administration (FDA) pada bulan desember 2001. Di Indonesia tindakan ASO di lakukan
pada tahun 2002.Angka kematian dilaporkan nol persen.


Kriteria Pemasangan ASO:
1). ASD Sekundum
2). Diameter defek lebih dari 5 mm tapi  kurang dari 34 mm
3). Flow ratio lebih dari atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda- tanda beban
     volume  pada ventrikel kanan
4). Mempunyai rim minimal 5 mm dari jaringan sekitar defek septum untuk menempatkan
     alat
5). Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan tindakan
     Intervensi bedah.
6). Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7). Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskular paru (Pulmonary Artery Resistance Index
     = PARI) kurang dari 7-8 U.m2
8). Bila ada gagal jantung, Fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%. Kendala yang masih
     muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal,
     biaya pemasangan ASO di negara berkembang masih lebih tinggi dbandingkan dengan
     biaya penutupan ASD dengan tindakan bedah konvensional.

Kontraindikasi ASO
1) Memiliki kelainan jantung yang membutuhkan tindakan pembedahan
2) Terdapat Infeksi berat yang tidak respon terhadap pengobatan
3) Mempunyai kelainan faktor pembekuan darah serta tidak dapat mengkonsumsi aspirin
4) Alergi terhadap nikel
5) Ibu hamil ( kontraindikasi relative)
6) Jantung tidak memilik cukup jaringan di sekitar defek (rim) untuk mengapit alat ASO

  Persiapan Tindakan ASO
2.9.2.6.1 Persiapan administrasi
1) Surat izin tindakan atau informed consent
2) Sistem pembiayaan
3) Mengirimkan formulir kepada tim anestesi untuk penatalaksanaan TEE
4) Adanya hasil echo 3 bulan terakhir
5) Adanya hasil X Ray minimal 3 bulan terakhir

 Persiapan pasien
1) Anamnesa kondisi pasien adakah tanda-tanda infeksi, reaksi alegi penggunaan aspirin dan
    memiliki masalah dengan faktor koagulasi
2) Pemeriksaan laboratorium
3) Pemeriksaan rekam EKG sebagai data dasar irama jantung sebelum tindakan ASO
    dilakukan
4) Pasien dipuasakan 6 jam sebelum tindakan
5) Memasang acces intravena dan melakukan skintest antibiotik profilaksis
6) Pada pasien dewasa dilakukan pencukuran daerah inguinal dan pubis
7) Dilakukan pengecekan pulsasi arteri dorsalis pedis sebelum tindakan ASO

2.9.2.6.2 Persiapan alat
1). Alat tenun steril
     1.1). Jas 3 buah
     1.2). Doek besar 180 X 230 cm
     1.3). Stik laken 140 X 67 cm
    1.4). Duk bolong 70 X 70 cm
    1.5). Perlak /Plastik
2). Alat instrumen steril
    2.1). Kom 3 (500ml, 250ml, 100ml)
    2.2). Bengkok 1
    2.3). Duk Klem 2
    2.4). Desinfectan tool 1
    2.5). Scaple holder
    2.6). Mesquito 1 / Klem Pembuluh Darah
    2.7). Kom 1
    2.8). Depper 6
3). Alat steril habis pakai
     3.1). Spuit 20 cc 2 buah
     3.2). Spuit 50 cc 1 buah
     3.3). Spuit 10 cc 1 bh atau 5cc 2 buah, 5cc 1 buah dan 1cc 6 buah
     3.4). Bisturi no.11
     3.5). Introducer Sheath
     3.6). Jarum pungsi/abocath No.22
     3.7). Wire J.038/145 cm atau J035/180 cm
     3.8). Sarung tangan steril & MP 1 buah
     3.9). Guide Wire amplatz super stiff 0,35 260 cm 1 buah beserta set ASO
    Yang terdiri dari: Amplatzer Sizing ballon sesuai kebutuhan dan Amplatzer Delivery
    sistem yang terdiri dari delivery sheath, dilator, Device  Cable dan plastik device, Loading
    device (ASO)

Prosedur Pemasangan ASO Dikutip Dari Standar Operasional Prosedur di RS.
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (2011)
1). Pasien disiapkan, dilakukan perekaman dan pemasangan monitor EKG dan NBP
2). Dokter anestesi dan tim melakukan induksi dan intubasi
3). Dokter echo dan tim melakukan pemasangan tranducer TEE (Trans Esofageal   Echo)
4). Pasien didesinfeksi dengan clorhexidin dan alkohol 70%, lalu tutup dengan alat tenun
     steril
 5). Dlakukan anestesi lokal di inguinal kanan dengan lidokain 2% 10 ml
 6). Dilakukan pungsi FVER (Femoral Vein Right)
 7). Introducer sheath 6F dimasukkan, aspirasi dan flush sheath
 8). MP 6F dimasukkan ke dalam sheath 6F, selanjutnya dilakuan pemeriksaan
       hemodinamik dengan kateterisasi jantung kanan.
 9). Antibiotik di berikan untuk profilaksis dengan dosis awal 50 mg/kgBB
10). MP kateter dimasukkan ke PVS (Pulmonal Vein Sinistra) bagian atas
11). Exchange Wire dimasukkan hingga PVS, dengan bantuan fluoroskopi, kateter
       MP dikeluarkan, ujung exchange wire diusahakan tetap di PVS.
12). Masukkan sizing ballon melalui wire hingga ASD, balon di kembangkan ukur dengan
       TEE dan lakukan film, ukur diameter ASD pada film.Untuk ukuran ASO di anjurkan
       hasil pengukuran ditambah 2 (contoh: hasil pengukuran 18 maka ukuran ASO 20 mm)
13). Balon dikeluarkan ganti dengan delivery sheath hingga PVS atas, guide wire dan
       dilator dikeluarkan, sheath tetap berada di dekat PVS.
14). Cek flow dipasang
15). Heparin diberikan 100 iu / kgBB
16). Persiapkan ASO device sesuai ukuran dengan cara meregang & mengempiskan
       ASO di dalam kom besar yang berisi cairan. Bila
 tidak ada udara yang keluar dari
       ASO, pasang loading device ke dalam device cable sambungkan ASO dengan
       device cable, kunci dan pastikan terkunci dengan baik
17). Lakukan test bubling di dalam kom yang berisi air pastikan tidak ada udara saat
       amplatzer dikembang kempiskan.
18). ASO didorong hingga percabangan bronkus kiri atas, sheath ditarik hingga ASO
        Lakukan TEE untuk memastikan posisi ASO
20). Sheath ditarik sehingga ASO mengembang pada bagian atrium kanan, lakukan
      test maju mundur, pastikan dengan TEE, hingga tak ada shunt.
21). Detach/melepas ASO dengan cara posisi zoom, putar plastik device counter
       clockwise sejumlah putaran pemasangan.
22). Tindakan selesai, pasien dan alat-alat dibereskan
23). Monitor kesadaran dan tanda-tanda vital pasien sampai pasien sadar dan
       dipindah ke ruang rawat.
24). Sheath di aff lalu lakukan penekanan selama 15 menit
25). Alat TEE di lepaskan dan dibereskan, pasien di extubasi
26). Bila kesadaran compos mentis, hemodinamik stabil, pasien dipindahkan ke
       ruang rawat atau intermediate



Komplikasi Pemasangan ASO
Berdasarkan penelitian yang di lakukan pada tahun 1996-2001 oleh Massimo Chessa menemukan insiden komplikasi sebanyak 8,6% yaitu:
Komplikasi Mayor:
1). Kematian hal ini biasa nya di sebabkan karena perforasi ruang jantung
     (dilaporkan sampai dengan saat ini angka kematian 0% )
2). Dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan
     therapi segera
3). Memerlukan intervensi bedah
4). Menimbulkan lesi fungsional atau anatomik yang bersifat permanen dan
      signifikan akibat tindakan kateterisasi.
Komplikasi Minor:
1). Embolisasi/alat device terlepas (komplikasi yang paling sering ditemukan yaitu sebesar 3,5%) tindakan penyelamatannya dengan mengeluarkan device dengan kateter pengait jika tidak berhasil maka di ambil tindakan dengan melakukan operasi segera penutupan ASD.
2). Aritmia seperti atrial fibrilasi dan atrio ventrikular blok
3). Pembentukan trombus di diskus atrium kiri yang terjadi segera setelah dilakukan  prosedur yang beresiko trombus terlepas ke otak yang dapat menyebabkan stroke untuk menghindari hal tersebut kebijakan yang dilakukan adalah memberikan anti agregasi trombosit atau anti koagulan oral yang diberikan 1 hari setelah tindakan
4). Diseksi vena ilaka kanan, hematoma pada femoralis yang di pungsi, serta perdarahan.
     Hal ini biasanya terjadi berkaitan dengan kesalahan manajemen selama prosedur.

Penyuluhan Kesehatan Discharge Planing Pada Pasien Yang Terpasang
Amplatzer Septal Ocluder (ASO)
1). ASO ini di desain untuk tetap tinggal secara permanen di dalam tubuh pasien.
     Biasanya dengan seiring berjalan nya waktu (3-6 bulan) alat ini seutuhnya akan tertutup
     oleh lapisan pada jantung. Saat itu, alat ini akan menjadi satu bagian dengan dinding
     jantung. Sehingga pasien tidak akan merasakan apa-apa pada alat tersebut.
2). Semua aktivitas yang membutuhkan kerja berat serta mengangkat beban berat harus
     dihindarkan selama 3 bulan setelah prosedur. Meskipun pasien merasa siap untuk
     melanjutkan kegiatan rutinitas, pasien harus mengurangi hal tersebut minimal 3 bulan.
     Pada anak-anak atau remaja hindari aktivitas seperti berlari, berloncat dan olahraga berat
     minimal 3 bulan.Setelah 3-6 bulan, pasien bebas beraktivitas kembali seperti sediakala.
3). Selama 6 bulan pasien akan diberi therapy antikoagulan/anti agregasi platelet.
4). Pasien mungkin akan mengalami rasa tidak nyaman disekitar area dimana kateter
     sebelumnya dimasukkan.Sesampai nya di rumah, sementara hindari menekuk
     area / bagian tubuh yang terkena puncture/tusukan dalam waktu berjam-jam kurang lebih
     selama 2 minggu. Hal ini berguna untuk menghindari terjadi pembengkakkan pada area
     bekas puncture / tusukan.
5). Pasien mungkin juga akan mengalami sakit tenggorokan karena selama prosedur
     pemasangan ASO digunakan alat TEE (Trans Esofageal Echo) imaging probe.
     Gejala ini akan menghilang dalam waktu beberapa hari hingga seminggu.
6). Alat ASO aman untuk MRI (Magnetic Resonance Imaging), jika membutuhkan
     MRI petugas MRI harus diberitahukan mengenai adanya implan ini
7). Alat ASO seharusnya tidak mengaktifkan sistem alarm detektor metal karena tidak
     bersifat magnetis2.9.2.8  Komplikasi Pemasangan ASO
Berdasarkan penelitian yang di lakukan pada tahun 1996-2001 oleh Massimo Chessa menemukan insiden komplikasi sebanyak 8,6% yaitu:
Komplikasi Mayor:
1). Kematian hal ini biasa nya di sebabkan karena perforasi ruang jantung
     (dilaporkan sampai dengan saat ini angka kematian 0% )
2). Dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan
     therapi segera
3). Memerlukan intervensi bedah
4). Menimbulkan lesi fungsional atau anatomik yang bersifat permanen dan
      signifikan akibat tindakan kateterisasi.
Komplikasi Minor:
1). Embolisasi/alat device terlepas (komplikasi yang paling sering ditemukan yaitu
     sebesar 3,5%) tindakan penyelamatannya dengan mengeluarkan device dengan
     kateter pengait jika tidak berhasil maka di ambil tindakan dengan melakukan
     operasi segera penutupan ASD.
2). Aritmia seperti atrial fibrilasi dan atrio ventrikular blok
3). Pembentukan trombus di diskus atrium kiri yang terjadi segera setelah dilakukan
     prosedur yang beresiko trombus terlepas ke otak yang dapat menyebabkan stroke
     untuk menghindari hal tersebut kebijakan yang dilakukan adalah memberikan
     anti agregasi trombosit atau anti koagulan oral yang diberikan 1 hari setelah
     tindakan
4). Diseksi vena ilaka kanan, hematoma pada femoralis yang di pungsi, serta perdarahan.
     Hal ini biasanya terjadi berkaitan dengan kesalahan manajemen selama prosedur.

 Penyuluhan Kesehatan Discharge Planing Pada Pasien Yang Terpasang
Amplatzer Septal Ocluder (ASO)
1). ASO ini di desain untuk tetap tinggal secara permanen di dalam tubuh pasien.
     Biasanya dengan seiring berjalan nya waktu (3-6 bulan) alat ini seutuhnya akan tertutup
     oleh lapisan pada jantung. Saat itu, alat ini akan menjadi satu bagian dengan dinding
     jantung. Sehingga pasien tidak akan merasakan apa-apa pada alat tersebut.
2). Semua aktivitas yang membutuhkan kerja berat serta mengangkat beban berat harus
     dihindarkan selama 3 bulan setelah prosedur. Meskipun pasien merasa siap untuk
     melanjutkan kegiatan rutinitas, pasien harus mengurangi hal tersebut minimal 3 bulan.
     Pada anak-anak atau remaja hindari aktivitas seperti berlari, berloncat dan olahraga berat
     minimal 3 bulan.Setelah 3-6 bulan, pasien bebas beraktivitas kembali seperti sediakala.
3). Selama 6 bulan pasien akan diberi therapy antikoagulan/anti agregasi platelet.
4). Pasien mungkin akan mengalami rasa tidak nyaman disekitar area dimana kateter
     sebelumnya dimasukkan.Sesampai nya di rumah, sementara hindari menekuk
     area / bagian tubuh yang terkena puncture/tusukan dalam waktu berjam-jam kurang lebih
     selama 2 minggu. Hal ini berguna untuk menghindari terjadi pembengkakkan pada area
     bekas puncture / tusukan.
5). Pasien mungkin juga akan mengalami sakit tenggorokan karena selama prosedur
     pemasangan ASO digunakan alat TEE (Trans Esofageal Echo) imaging probe.
     Gejala ini akan menghilang dalam waktu beberapa hari hingga seminggu.
6). Alat ASO aman untuk MRI (Magnetic Resonance Imaging), jika membutuhkan
     MRI petugas MRI harus diberitahukan mengenai adanya implan ini
7). Alat ASO seharusnya tidak mengaktifkan sistem alarm detektor metal karena tidak
     bersifat magnetis


ALGORIME PENATALAKSAAN PADA PASIEN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFEK)


 Konsep Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
1) Keluhan Utama
    Keluhan orang tua saat membawa anaknya ke dokter biasa nya tergantung dari besar atau
    kecil nya defek yang terjadi sehingga mempengaruhi gejala klinis yang terjadi seperti sesak
    nafas, gelisah, pembengkakan pada tungkai, berkeringat banyak, pada anak atau bayi tidak
    mau menyusu, sulit tidur,  pasien cepat merasa letih dan tumbuh kembang lambat.
2) Riwayat Kesehatan
2.1) Riwayat Kesehatan Sekarang
       Anak akan mengalami sesak nafas, infeksi saluran nafas berulang, berkeringat banyak,
       pasien merasa cepat letih
2.2) Riwayat Kesehatan Lalu
       ~ Prenatal History
          Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus rubela), mungkin
          ada riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan serta adanya riwayat penyakit Diabetes
          Melitus pada ibu pasien.
       ~ Intra Natal
          Riwayat persalinan apakah persalinan berlangsung spontan, atau di lakukan induksi atau
          persalinan dengan sectio caesaria.
      ~ Riwayat Neonatus
          Gangguan respirasi seperti sesak, tachipnoe, anak rewel, tumbuh kembang anak
          terhambat, terdapat edema pada tungkai serta hepatomegali, status sosial ekonomi yang
          rendah.
      ~ Riwayat Kesehatan Keluarga
         Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan
         defek jantung. Adanya penyakit keturunan yang diwariskan, penyakit
    kongenital atau bawaan
3) Sistem Yang Dikaji
3.1) Pola Aktivitas dan Latihan
 ~ Keletihan / kelelahan
 ~ Dispnoe
 ~ Perubahan tanda vital
 ~ Perubahan status mental
 ~ Tachipnoe
 ~ Kehilangan tonus otot
3.2) Pola Pemeriksaan Kesehatan
 ~ Riwayat hipertensi
 ~ Endokarditis
 ~ Penyakit katup jantung
3.3) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 ~ Ansietas, khawatir, takut.
~  Stress yang berhubungan dengan penyakit
3.4) Pola Nutrisi dan Metabolik
~ Anoreksia
~ Pembengkakan extremitas bawah / edema
3.5) Pola Persepsi dan Konsep diri
 ~ Kelemahan
 ~ Minder dan merasa harga diri rendah karena terkena penyakit jantung
3.6) Pola Peran dan Hubungan Sosial Di Masyarakat
~ Terjadi penurunan peran dalam aktivitas sosial dalam keluarga dan masyarakat

 Pemeriksaan Fisik
1) Pada pemeriksaan biasanya didapatkan impuls prominent ventrikel kanan dan pulsasi
    arteri pulmonal yang terpalpasi. Bunyi jantung normal / split dengan aksentuasi
    penutupan katup trikuspid. Bertambahnya aliran ke katup pulmonal dapat menyebabkan
    terdengarnya bunyi jantung murmur mid sistolik. Splitting bunyi jantung 2 melebar dan
    tidak menghilang saat ekspirasi. Murmur mid diastolik rumbling, terdengar paling keras
    di intercosta IV dan sepanjang linea sternalis kiri, menunjukkan peningkatan aliran yang
    melewati katup trikuspid. Pada pasien dengan kelainan ostium primum, Thrill pada apex
    dan murmur holosistolik menunjukkan reurgitasi mitral/trikuspid atau terdapat VSD.
2) Hasil pemeriksaan fisik dapat berubah saat resistensi vaskular meningkat menghasilkan
    berkurangnya pirau kiri ke kanan.Baik itu aliran balik pulmonal dan murmur trikuspid
    intensitas nya akan berkurang, komponen buyi jantung ke 2 dan ejeksi sistolik akan
    meningkat, murmur diastolik akibat regurgitasi pulmonal dapat muncul. Sianosis dan
    clubing finger berhubungan dengan  berbalik nya pirau dari yang sebelumnya pirau kiri
    ke kanan menjadi aliran pirau dari kanan ke kiri (bila sudah terjadi sindrom eisen
    menger).
3) Pada orang dewasa dengan ASD dan atrial fibrilasi, hasil pemeriksaan dapat dipusingkan
    dengan mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal karena murmur diastolik trikuspid dan
    bunyi jantung 2 yang melebar

  Diagnosa Keperawatan.
1)  Diagnosa keperawatan  sebelum dilakukan tindakan intervensi penutupan defek
     ASD.
1.1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
1.2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transportasi oksigen.
1.3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya
       suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
1.4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru
1.5) Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan berulang berhubungan dengan peningkatan
       aliran darah ke pulmonal
 
2) Diagnosa keperawatan setelah dilakukan tindakan intervensi penutupan defek ASD dengan menggunakan ASO.
2.1) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
       jantung, perubahan irama jantung
2.2) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
       sirkulasi akibat emboli, thrombus, dan hematom
2.3) Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan luka daerah tusukan
2.4) Cemas, takut berhubungan dengan ketidaktahuan tindakan intervensi ASO.               
3.0.4  Perencanaan & Implementasi Keperawatan Pre dan post ASO
3.0.4.1 Perencanaan & Implementasi Keperawatan Pre ASO
1) Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
    Tujuan : Klien akan menunjukan perbaikan curah jantung
    Kriteria Hasil:
    ~ Frekuensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
       usia.
   ~ Keluaran urine adekuat antara 0,5 – 2cc/kgbb tergantung usia
    Intervensi:
   ~ Observasi tanda-tanda vital secara berkala
   ~ Kaji adanya penurunan curah jantung
   ~ Kaji adanya perubahan sensorik seperti letargi, cemas, depresi.
   ~ Batasi aktivitas, hindari aktivitas yang dapat mencetuskan valsava manuver.
2) Diagnosa 2 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transportasi
                         oksigen.
 Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
 Kriteria Hasil :
  ~ Anak dapat menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
  ~ Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat
  Intervensi:
  ~ Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
  ~ Anjurkan permainan yang menyenangkan dan aktivitas yang ringan.
  ~ Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan.
  ~ Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermi / hipotermi karena akan
     meningkatkan kebutuhan oksigen.
  ~ Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
  ~ Berespons dengan segera terhadap tangisan atau expresi lain dari distress
 3) Diagnosa 3 : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
                           tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
  Tujuan : Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan
  Kriteria Hasil :
   ~ Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
   ~ Anak dapat melakukan aktivitas sesuai usia sehingga tidak mengalami isolasi
       Sosial.
  Intervensi:
  ~ Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang
         Adekuat.
  ~ Pantau tinggi dan berat badan, gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk
      menentukan kecenderungan pertumbuhan.
  ~ Dorong pemberian vitamin dan suplemen penambah nafsu makan bila dianjurkan
  ~ Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi
      seperti anak yang lain.
  4). Diagnosa 4 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru
  Tujuan : Pasien memperlihatkan peningkatan fungsi pernafasan.
  Kriteria Hasil :
  ~ Pernafasan dalam batas normal 16-24 x/menit, warna kulit baik tidak cyanosis
      serta pasien terlihat tenang, tidak gelisah.
  Intervensi :
 ~ Kaji frekuensi pernafasan, warna kulit, serta saturasi oksigen.
 ~ Berikan posisi semi fowler 30-45ÂșC
 ~ Berikan oksigen (kolaborasi).
 5). Diagnosa 5 : Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan berulang berhubungan
                            dengan peningkatan aliran darah ke pulmonal
  Tujuan: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pernafasan
    Kriteria hasil:
    ~ Pasien tidak menunjukkan batuk dan pilek yang terjadi berulang
    Intervensi:
    ~ Hindari pasien kontak dengan individu yang terinfeksi
    ~ Beri istirahat yang adekuat
    ~ Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh
    ~ Hindari pasien dari benda-benda yang dapat memicu reaksi alergi
 3.0.4.2  Perencanaan & Implementasi Keperawatan Post ASO
1) Diagnosa 1 : Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
                         kontraktilitas jantung, perubahan irama jantung
 Tujuan : Klien akan menunjukan perbaikan curah jantung
 Kriteria Hasil:
  ~ Frekuensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
      usia.
  ~ Keluaran urine adekuat antara 0,5 – 2cc/kgbb tergantung usia
 Intervensi:
 ~ Observasi tanda-tanda vital dan irama jantung secara berkala
 ~ Kaji adanya penurunan curah jantung
 ~ Kaji adanya perubahan sensorik seperti letargi, cemas, depresi.
 ~ Batasi aktivitas, hindari aktivitas yang dapat mencetuskan valsava manuver.
2) Diagnosa 2: Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
                        gangguan sirkulasi akibat emboli, thrombus, dan hematom
Tujuan : Reperfusi jaringan ke perifer adekuat
Kriteria Hasil :
~ Akral teraba hangat di kedua extremitas
~ Pulsasi perifer teraba sama kuat di kedua extremitas
~ Pucat (-)
Intervensi :
~ Kaji nadi bagian distal, palpasi pulsasi perifer, observasi pengisian kapiler, suhu dan
   warna kulit
~  Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
~ Pertahankan extremitas yang sakit tetap lurus, hindarkan hiperflexi lutut
~ Beritahu pasien atau orang tua pasien perlunya tirah baring
3) Diagnosa 3 : Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan luka daerah tusukan
Tujuan : Pasien bedrest selama 6 jam paska tindakan
Kriteria hasil : Pasien kooperatif untuk meluruskan extremitas yang terkena luka tusukan
Intervensi :
~ Jelaskan tujuan dari pembatasan aktivitas dari kaki yang terdapat luka tusukan post ASO
   tidak boleh ditekuk sedangkan pada kaki yang tidak terdapat luka tusuk boleh di gerakkan
~ Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien
4) Diagnosa 4: Cemas, takut berhubungan dengan ketidaktahuan tindakan intervensi ASO.  
Tujuan : Cemas berkurang atau teratasi
Kriteria hasil : Pasien dan keluarga kooperatif dengan tindakan yang akan dilakukan
Intervensi :    
~ Kaji rasa cemas serta tingkat pengetahuan pasien maupun keluarga terhadap tindakan
   yang akan dilakukan 
~ Berikan waktu terhadap pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya 
~ Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang indikasi, komplikasi serta
   prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan     
3.0.5 Evaluasi
3.0.5.1 Evaluasi pre tindakan ASO
1) Curah jantung adekuat dan mengalami perbaikan.
2) Terjadi peningkatan toleransi aktivitas.
3) Tumbuh kembang anak optimal.
4) Pernafasan adekuat dan dalam batas normal 16-24x/menit
5) Tidak terjadi infeksi pernafasan
3.0.5.2 Evaluasi post tindakan ASO
1) Tidak terjadi penurunan curah jantung serta tidak terjadi aritmia3.0. Konsep Asuhan Keperawatan
3.0.1  Pengkajian
1) Keluhan Utama
    Keluhan orang tua saat membawa anaknya ke dokter biasa nya tergantung dari besar atau
    kecil nya defek yang terjadi sehingga mempengaruhi gejala klinis yang terjadi seperti sesak
    nafas, gelisah, pembengkakan pada tungkai, berkeringat banyak, pada anak atau bayi tidak
    mau menyusu, sulit tidur,  pasien cepat merasa letih dan tumbuh kembang lambat.
2) Riwayat Kesehatan
2.1) Riwayat Kesehatan Sekarang
       Anak akan mengalami sesak nafas, infeksi saluran nafas berulang, berkeringat banyak,
       pasien merasa cepat letih
2.2) Riwayat Kesehatan Lalu
       ~ Prenatal History
          Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus rubela), mungkin
          ada riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan serta adanya riwayat penyakit Diabetes
          Melitus pada ibu pasien.
       ~ Intra Natal
          Riwayat persalinan apakah persalinan berlangsung spontan, atau di lakukan induksi atau
          persalinan dengan sectio caesaria.
      ~ Riwayat Neonatus
          Gangguan respirasi seperti sesak, tachipnoe, anak rewel, tumbuh kembang anak
          terhambat, terdapat edema pada tungkai serta hepatomegali, status sosial ekonomi yang
          rendah.
      ~ Riwayat Kesehatan Keluarga
         Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan
         defek jantung. Adanya penyakit keturunan yang diwariskan, penyakit
    kongenital atau bawaan
3) Sistem Yang Dikaji
3.1) Pola Aktivitas dan Latihan
 ~ Keletihan / kelelahan
 ~ Dispnoe
 ~ Perubahan tanda vital
 ~ Perubahan status mental
 ~ Tachipnoe
 ~ Kehilangan tonus otot
3.2) Pola Pemeriksaan Kesehatan
 ~ Riwayat hipertensi
 ~ Endokarditis
 ~ Penyakit katup jantung
3.3) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 ~ Ansietas, khawatir, takut.
~  Stress yang berhubungan dengan penyakit
3.4) Pola Nutrisi dan Metabolik
~ Anoreksia
~ Pembengkakan extremitas bawah / edema
3.5) Pola Persepsi dan Konsep diri
 ~ Kelemahan
 ~ Minder dan merasa harga diri rendah karena terkena penyakit jantung
3.6) Pola Peran dan Hubungan Sosial Di Masyarakat
~ Terjadi penurunan peran dalam aktivitas sosial dalam keluarga dan masyarakat
3.0.2 Pemeriksaan Fisik
1) Pada pemeriksaan biasanya didapatkan impuls prominent ventrikel kanan dan pulsasi
    arteri pulmonal yang terpalpasi. Bunyi jantung normal / split dengan aksentuasi
    penutupan katup trikuspid. Bertambahnya aliran ke katup pulmonal dapat menyebabkan
    terdengarnya bunyi jantung murmur mid sistolik. Splitting bunyi jantung 2 melebar dan
    tidak menghilang saat ekspirasi. Murmur mid diastolik rumbling, terdengar paling keras
    di intercosta IV dan sepanjang linea sternalis kiri, menunjukkan peningkatan aliran yang
    melewati katup trikuspid. Pada pasien dengan kelainan ostium primum, Thrill pada apex
    dan murmur holosistolik menunjukkan reurgitasi mitral/trikuspid atau terdapat VSD.
2) Hasil pemeriksaan fisik dapat berubah saat resistensi vaskular meningkat menghasilkan
    berkurangnya pirau kiri ke kanan.Baik itu aliran balik pulmonal dan murmur trikuspid
    intensitas nya akan berkurang, komponen buyi jantung ke 2 dan ejeksi sistolik akan
    meningkat, murmur diastolik akibat regurgitasi pulmonal dapat muncul. Sianosis dan
    clubing finger berhubungan dengan  berbalik nya pirau dari yang sebelumnya pirau kiri
    ke kanan menjadi aliran pirau dari kanan ke kiri (bila sudah terjadi sindrom eisen
    menger).
3) Pada orang dewasa dengan ASD dan atrial fibrilasi, hasil pemeriksaan dapat dipusingkan
    dengan mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal karena murmur diastolik trikuspid dan
    bunyi jantung 2 yang melebar
3.0.3  Diagnosa Keperawatan.
1)  Diagnosa keperawatan  sebelum dilakukan tindakan intervensi penutupan defek
     ASD.
1.1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
1.2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transportasi oksigen.
1.3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya
       suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
1.4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru
1.5) Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan berulang berhubungan dengan peningkatan
       aliran darah ke pulmonal
 
2) Diagnosa keperawatan setelah dilakukan tindakan intervensi penutupan defek ASD dengan menggunakan ASO.
2.1) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
       jantung, perubahan irama jantung
2.2) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
       sirkulasi akibat emboli, thrombus, dan hematom
2.3) Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan luka daerah tusukan
2.4) Cemas, takut berhubungan dengan ketidaktahuan tindakan intervensi ASO.               

 Perencanaan & Implementasi Keperawatan Pre dan post ASO
 Perencanaan & Implementasi Keperawatan Pre ASO
1) Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
    Tujuan : Klien akan menunjukan perbaikan curah jantung
    Kriteria Hasil:
    ~ Frekuensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
       usia.
   ~ Keluaran urine adekuat antara 0,5 – 2cc/kgbb tergantung usia
    Intervensi:
   ~ Observasi tanda-tanda vital secara berkala
   ~ Kaji adanya penurunan curah jantung
   ~ Kaji adanya perubahan sensorik seperti letargi, cemas, depresi.
   ~ Batasi aktivitas, hindari aktivitas yang dapat mencetuskan valsava manuver.
2) Diagnosa 2 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transportasi
                         oksigen.
 Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
 Kriteria Hasil :
  ~ Anak dapat menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
  ~ Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat
  Intervensi:
  ~ Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
  ~ Anjurkan permainan yang menyenangkan dan aktivitas yang ringan.
  ~ Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan.
  ~ Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermi / hipotermi karena akan
     meningkatkan kebutuhan oksigen.
  ~ Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
  ~ Berespons dengan segera terhadap tangisan atau expresi lain dari distress
 3) Diagnosa 3 : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
                           tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
  Tujuan : Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan
  Kriteria Hasil :
   ~ Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat
   ~ Anak dapat melakukan aktivitas sesuai usia sehingga tidak mengalami isolasi
       Sosial.
  Intervensi:
  ~ Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang
         Adekuat.
  ~ Pantau tinggi dan berat badan, gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk
      menentukan kecenderungan pertumbuhan.
  ~ Dorong pemberian vitamin dan suplemen penambah nafsu makan bila dianjurkan
  ~ Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi
      seperti anak yang lain.
  4). Diagnosa 4 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru
  Tujuan : Pasien memperlihatkan peningkatan fungsi pernafasan.
  Kriteria Hasil :
  ~ Pernafasan dalam batas normal 16-24 x/menit, warna kulit baik tidak cyanosis
      serta pasien terlihat tenang, tidak gelisah.
  Intervensi :
 ~ Kaji frekuensi pernafasan, warna kulit, serta saturasi oksigen.
 ~ Berikan posisi semi fowler 30-45ÂșC
 ~ Berikan oksigen (kolaborasi).
 5). Diagnosa 5 : Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan berulang berhubungan
                            dengan peningkatan aliran darah ke pulmonal
  Tujuan: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pernafasan
    Kriteria hasil:
    ~ Pasien tidak menunjukkan batuk dan pilek yang terjadi berulang
    Intervensi:
    ~ Hindari pasien kontak dengan individu yang terinfeksi
    ~ Beri istirahat yang adekuat
    ~ Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh
    ~ Hindari pasien dari benda-benda yang dapat memicu reaksi alergi

 Perencanaan & Implementasi Keperawatan Post ASO
1) Diagnosa 1 : Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
                         kontraktilitas jantung, perubahan irama jantung
 Tujuan : Klien akan menunjukan perbaikan curah jantung
 Kriteria Hasil:
  ~ Frekuensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
      usia.
  ~ Keluaran urine adekuat antara 0,5 – 2cc/kgbb tergantung usia
 Intervensi:
 ~ Observasi tanda-tanda vital dan irama jantung secara berkala
 ~ Kaji adanya penurunan curah jantung
 ~ Kaji adanya perubahan sensorik seperti letargi, cemas, depresi.
 ~ Batasi aktivitas, hindari aktivitas yang dapat mencetuskan valsava manuver.
2) Diagnosa 2: Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
                        gangguan sirkulasi akibat emboli, thrombus, dan hematom
Tujuan : Reperfusi jaringan ke perifer adekuat
Kriteria Hasil :
~ Akral teraba hangat di kedua extremitas
~ Pulsasi perifer teraba sama kuat di kedua extremitas
~ Pucat (-)
Intervensi :
~ Kaji nadi bagian distal, palpasi pulsasi perifer, observasi pengisian kapiler, suhu dan
   warna kulit
~  Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
~ Pertahankan extremitas yang sakit tetap lurus, hindarkan hiperflexi lutut
~ Beritahu pasien atau orang tua pasien perlunya tirah baring
3) Diagnosa 3 : Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan luka daerah tusukan
Tujuan : Pasien bedrest selama 6 jam paska tindakan
Kriteria hasil : Pasien kooperatif untuk meluruskan extremitas yang terkena luka tusukan
Intervensi :
~ Jelaskan tujuan dari pembatasan aktivitas dari kaki yang terdapat luka tusukan post ASO
   tidak boleh ditekuk sedangkan pada kaki yang tidak terdapat luka tusuk boleh di gerakkan
~ Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien
4) Diagnosa 4: Cemas, takut berhubungan dengan ketidaktahuan tindakan intervensi ASO.  
Tujuan : Cemas berkurang atau teratasi
Kriteria hasil : Pasien dan keluarga kooperatif dengan tindakan yang akan dilakukan
Intervensi :    
~ Kaji rasa cemas serta tingkat pengetahuan pasien maupun keluarga terhadap tindakan
   yang akan dilakukan 
~ Berikan waktu terhadap pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya 
~ Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang indikasi, komplikasi serta
   prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan     

Evalua
Evaluasi pre tindakan ASO
1) Curah jantung adekuat dan mengalami perbaikan.
2) Terjadi peningkatan toleransi aktivitas.
3) Tumbuh kembang anak optimal.
4) Peafasan adekuat dan dalam batas normal 16-24x/menit
5) Tidak terjadi infeksi pernafasan
3.0.5.2 Evaluasi post tindakan ASO
1) Tidak terjadi penurunan curah jantung serta tidak terjadi aritmia
2) Reperfusi jaringan ke perifer adekuat
3) Pasien dapat bedrest selama 6 jam paska tindakan kemudian dilakukan mobilisasi
    bertahap
4) Pasien tidak cemas sehingga pasien kooperatif saat dilakukan tindakan
2) Reperfusi jaringan ke perifer adekuat
3) Pasien dapat bedrest selama 6 jam paska tindakan kemudian dilakukan mobilisasi
    bertahap
4) Pasien tidak cemas sehingga pasien kooperatif saat dilakukan tindakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar