Standar Dokumentasi Keperawatan
Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu, sehingga memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawatan. Dokumentasi harus mengikuti standar yang ditetapkan untuk mempertahankan akreditasi, untuk mengurangi pertanggungjawaban, dan untuk menyesuaikan kebutuhan pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2005). 27 Nursalam (2008) menyebutkan Instrumen studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan di RS menggunakan Instrumen A dari Depkes (1995) meliputi :
Standar I : Pengkajian keperawatan
Standar II : Diagnosa keperawatan
Standar III : Perencanaan keperawatan
Standar IV : Implementasi keperawatan
Standar V : Evaluasi keperawatan
Standar VI : Catatan asuhan keperawatan
Penjabaran masing-masing standar meliputi :
a. Standar I : Pengkajian keperawatan
(1) Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian.
(2) Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).
(3) Data dikaji sejak pasien datang sampai pulang.
(4) Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
b. Standar II : Diagnosa keperawatan
(1) Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
(2) Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES.
(3) Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial.
c. Standar III : Perencanaan keperawatan
(1) Berdasarkan diagnosa keperawatan. 28
(2) Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu.
(3) Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci dan jelas.
(4) Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga.
d. Standar IV : Implementasi/Tindakan keperawatan
(1) Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan.
(2) Perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
(3) Revisi tindakan berdasar evaluasi.
(4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas.
e. Standar V : Evaluasi keperawatan
(1) Evaluasi mengacu pada tujuan
(2) Hasil evaluasi dicatat.
f. Standar VI : Dokumentasi asuhan keperawatan
(1) Menulis pada format yang baku.
(2) Pencatatan dilakukan sesuai tindakan yang dilaksanakan.
(3) Perencanaan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang bakudan benar.
(4) Setiap melaksanakan tindakan, perawat mencantumkan paraf/nama jelas, tanggal dilaksanakan tindakan.
(5) Dokumentasi keperawatan tersimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Indriono (2011) menerangkan dalam pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu : teknik naratif, teknik flow sheet, dan teknik checklist. Teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Naratif
Bentuk naratif adalah merupakan pencatatan tradisonal dan dapat bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada sumber.
Sumber atau asal dokumentasi dapat di peroleh dari siapa saja, atau dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber memberikan hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik. Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian / kronologisnya.
Keuntungan pendokumentasian catatan naratif :
(1) Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari kejadian dari asuhan / tindakan yang dilakukan.
(2) Memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut gaya yang disukainya. 30
(3) Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan, intervensi, reaksi pasien dan outcomes.
Kelemahan pendokumentasian catatan naratif :
(1) Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih dan sebenarnya catatannya kurang berarti.
(2) Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau sebagian besar catatan tersebut.
(3) Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis pasien secara menyeluruh.
(4) Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun pertimbangan hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap pasien.
(5) Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi yang bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama.
(6) Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu.
b. Flowsheet ( bentuk grafik )
Flowsheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif, termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berta badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat.
Flowsheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flowsheet. Oleh karena itu flowsheet lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
Flowsheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu.
Beragam format mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi pasien yang adekuat/memadai.
c. Checklist
Checklist adalah suatu format yang sudah dibuat dengan pertimbangan-pertimbangan dari standar dokumentasi keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk mengisi dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi item yang sesuai dengan keadaan pasien dengan mencentang. Jika harus mengisi angka itupun sangat ringkas pada data vital sign.
Keuntungan penggunaan format dokumentasi checklist (Yulistiani, Sodikin, Suprihatiningsih, dan Asiandi, 2003) :
(1) Bagi Perawat
(a) Waktu pengkajian efisien.
(b) Lebih banyak waktu dengan klien dalam melakukan tindakan keperawatan sehingga perawatan yang paripurna dan komprehensif dapat direalisasikan.
(c) Dapat mengantisipasi masalah resiko ataupun potensial yang berhubungan dengan komplikasi yang mungkin timbul.
(d) Keilmuwan keperawatan dapat dipertanggungjawabkan secara legalitas dan akuntabilitas keperawatan dapat ditegakkan.
(2) Untuk Klien dan Keluarga
(a) Biaya perawatan dapat diperkirakan sebelum klien memutuskan untuk rawat inap/rawat jalan.
(b) Klien dan keluarga dapat merasakan kepuasan akan makna asuhan keperawatan yang diberikan selama dilakukan tindakan keperawatan.
(c) Kemandirian klien dan keluarganya dapat dijalin dalam setiap tindakan keperawatan dengan proses pembelajaran selama asuhan keperawatan diberikan.
(d) Perlindungan secara hukum bagi klien dapat dilakukan kapan saja bila terjadi malpraktek selama perawatan berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar