A.
Pengertian Acute
Limb Ischemic
(ALI)
Menurut Inter-Society 2007, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemic
(ALI) di definisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang
menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan
dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien
yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan
manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki
iskemia tungkai kritis.
Acute
Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana
terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat
dalam jangka waktu dua minggu (Vasculer
Desease A Handbook, 2005).
B.
Etiologi ALI
Ada beberapa kemungkinan penyebab
ALI, berdasarkan keterangan dari berbagai sumber pustaka diantaranya :
1.
Trombosis
Faktor
predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia,
ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik,trombosis pasca pemasangan bypass
graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat
nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2.
Emboli
Sekitar
80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal
emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada,
terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
C.
Klasifikasi
ALI
Ad
hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan
suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
1.
Kelas I : Non-threatened
extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak d diperlukan.
2.
Kelas II : Threatened extremity;
revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari
kerusakan.
3.
Kelas III :
Iskemia
telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas
tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan
Rutherfort klasifikasi akut Limb
Iskemik dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1.
Kelas I
Perfusi
jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan
obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
2.
Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada
aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas
bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika
pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab
oklusi.
3.
Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada
kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus
dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi.
4.
Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang
mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan
ekstremitas ,kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan
penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Dalam sumber pustaka
lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :
1.
Onset
a.
Acute
:
kurang dari 14 hari
b.
Acute
on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang
dari 14 hari
c.
Cronic
iskemic stable :
lebih dari 14 hari
2.
Severity
a.
Incomplete : tidak dapat ditangani
b.
Complete
: dapat ditangani
c.
Irreversible
: tidak dapat kembali ke kondisi
normal
D.
Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI merupakan tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P” yang terdiri dari:
1.
Pain
(nyeri)
2.
Parasthesia
(tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3.
Paralysis
(kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4.
Pallor
(pucat),
5.
Pulseless
(menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6.
Perishingly
cold /Poikilothermia (dingin pada
ekstremitas).
Adapun
manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan penyebabnya terdiri
dari :
1.
Trombus
Terjadi
dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan
angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat - obatan seperti
fibrinolitik
2.
Embolus
Tanda
dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat
klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena tampak
kekuningan
E.
Patofisiologi
Berdasarkan beberapa
sumber pustaka, penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada
dasarnya, trombus yang mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini,
merupakan salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh
beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti
usia, gaya hidup tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan
tinggi kolesterol) dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan
patogenesis yang sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat,
tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia
dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi
yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang
bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler
akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia
irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang
kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis
otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih
berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan
arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada
keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang
dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada
ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik
sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya disebabkan
trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini,
dapat menimbulkan beberapa masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang
menunjukkan suatu masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan
perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas,
resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu
sama lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.
Adapun bentuk
skematik patofisologi ALI dapat dilihat pada skema dibawah ini
a.
Warna dan temperatur
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada ALI yang disebutkan beberapa sumber pustaka adalah dengan membandingkan masing-masing ekstremitas dengan area yang terkena ALI, yaitu :
a. Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
b. Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.
Harus
dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat
dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu,
sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas
sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.
a.
Kehilangan fungsi
sensoris
Pasien
dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia,
namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai
defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam
membuat hasil pemeriksaan.
b.
Kehilangan fungsi
motorik
Defisit
motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening ischemia. Bagian ini
berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak
dipengaruhi oleh otot proximal.
A.
Pemeriksaan
Diagnostik
Berdasarkan
beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price & Wilson (2006)
menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan pada kasus penyakit
arteri oklusif atau dalam perkembangannya menjadi ALI terdiri dari :
1.
Preoperative
arteriogram (angiografi)
Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang dipakai untuk memantau sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan bentuk arteri. Dalam pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna radiopaak sehingga arteri tampak lebih jelas.
1.
Doppler vaskuler
Studi
doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan ultrasound sebagai medium
pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal piezoelektrik yang memancarkan
gelombang ultrasound dalam frekuensi tertentu. Ketika diletakkan diatas segmen
arteri atau vena, sinarnya mengenai sel darah merah bergantian menyebar balik
atau dipantulkan sesuai arah dan kecepatan pergerakan sel yang divisualisasikan
dengan warna dan gelombang suara untuk menentukan arteri atau vena
1. MSCT
Prosedur
diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran langsung dinding
pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang
mengalami oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan radiografi
(hitam dan putih). 1. MSCT
Prosedur
diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran langsung dinding
pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang
mengalami oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan radiografi
(hitam dan putih).
1.
Elektrokardiografi
(EKG)
Suatu
pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung pada
pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol dalam
memantau aktivitas jantung terutama pada pasien dengan gangguan jantung dan
pembuluh darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal ALI adalah trombus
yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit infeksi jantung salah satunya
rheumatoid heart diseases sehingga
terjadi gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
2.
Echokardiografi
Merupakan
prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik sebagai media pemeriksaan
yang dapat memberikan informasi penting mengenai struktur dan gerakan ruang
jantung, katup dan setiap dinding bagian jantung. Hal ini jelas untuk
memberikan data penunjang terutama pada pasien dengan penyakit jantung dan
pembuluh darah salah satunya ALI sehingga dapat diperoleh penyebab utama
trombus pada ALI ini dapat lepas apakah dari penyakit jantung atau tidak.
3.
Ankle
– Brachial Index (ABI)
Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan
kemampuan vaskuler berdasarkan tekanan yang dibandingkan antara brakhialis
(siku) dengan angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai (index)
tertentu untuk menentukan kualitas gejala pada kasus ALI
A.
Penatalaksanaan
1.
Kecepatan adalah
penanganan yang utama pada pasien dengan Acute
Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan
secara menetap, kecuali bila segera di revaskularisasi
2.
Akut Limb Iskemik yang
disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi
sedangkan yang disebabkanoleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan
seperti fibrinolitik.
3.
Pasien dengan ALI
umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat
untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena,
berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali
bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel
laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit,
GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses
pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan
profil lipid juga dibutuhkan.
4.
Lakukan foto thoraks
dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia,
segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter
urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan
cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat
ada
5.
Terapi :
a. Preoperative
antikoagulan dengan IV heparin
b. Resusitasi
cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
c. Terapi
pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
d. Thrombolektomi/embolektomi
(dapat dilakukan dengan Fogarty baloon
catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa,
dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga
dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan
oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.
Adapun manual trombosuction secara prosedural sama dengan angiojet namun tidak
menggunakan alat berkecapatan tinggi seperti angiojet saja perbedaannya.
a. Melindungi
vascular bed distal terhadap
obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh
antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan eparin melalui intravena.
Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan
trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang
prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic
telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
b.
Potasium
mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu
oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia sering kali menjadi
respon terhadap pemberianterapi
glukosa, insulin dan
cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
c.
Terapiutamaakut
iskemia adalah pembedahan dalam
bentuk embolektomi atau
tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan
pada iskemia akut
dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
d.
Terapi
ALI
merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalkan penundaan dalam
melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan
durasi iskemia akut yang lama. Padas uatu penelitian angka
amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan
eksplorasi
(6 % dalam 12 jam, 12 % dalam 13-24 jam, 20 % setelah>24 jam). Hal inilah
yang menyebabkan
untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
e.
Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik
heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila
dibandingkan dengan tidak
menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari
keseluruhans trategi terapi pada
pasien. Hal
ini bukan hanya
membantu mencegah terbentuknya bekuandarah. Namun,pada kasus embolisme arterial juga
amitigasi melawan embolus lain
A.
Komplikasi ALI
1.
Hiperkalemia
2.
Sindrom
kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak mampu respon
terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada
tekanan intra compartment ttekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan
kematian jaringan otot (pada>30 mmHg). Penanganannya adalah dengan
dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan menurunkan risiko compartment
syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur.
3.
Asidosis metabolik
4.
Edema ekstremitas
5.
Disritmia
Asuhan keperawatan pada kasus ALI
diberikan sebagaimana beberapa sumber pustaka yang diperoleh yang menjelaskan
tentang beberapa gangguan pembuluh darah, yang penulis simpulkan menjadi uraian
sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data umum sampai
pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada penegakkan diagnosis ALI
sebelumnya. Teknik yang digunakan sifatnya variatif mulai dari teknik
wawancara, inspeksi, perkusi, auskultasi dan palsasi untuk mendapatkan data
sebanyak-banyaknya dalam menunjang penegakkan masalah pada kasus ALI.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang
dapat ditemukan pada kasus ALI diantaranya :
a. Gangguan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
b. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan sirkulasi arteri dan
oksigenisasi jaringan
c. Gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak
d. Gangguan
mobilitasi fisik b.d Rasa ketakutan nyeri
e. Cemas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan program pengobatan
3. Perencanaan
Asuhan Keperawatan
Perencanaan asuhan
keperawatan pada ALI yang disusun berdarakan diagnosa keperawatn yang muncul
diantaranya :
a. Gangguan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
1)
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat teratasi.
2)
Kriteria hasil:
a)
Keluhan baal dapat
terkontrol.
b)
Akral hangat.
c)
Fase pengisian kapiler <2
detik.
d)
Vasokonstriksi perifer
berkurang.
e)
Tekanan darah dalam
batas normal 110/70-130/90 mmHg.
f)
Frekuensi nadi 60-100
x/menit, nadi teraba kuat.
g)
Saturasi oksigen
perifer > 90%
3)
Intervensi :
a)
Kaji tingkat keadequatan perfusi jaringan.
b)
Kaji capilari refil
time, perhatikan waktu pengisian kapiler, lihat ada/tidaknya sianosis perifer,
tanda vasokonstriksi jaringan, ukur pertambahan bengkak, tanda kematian
jaringan perifer.
c)
Observasi tanda-tanda
vital: TD, N, RR, T, Saturasi O2.
d)
Perhatikan tingkat
efektifitas terapi yang telah didapatkan klien.
e)
Minimalkan penekanan
pada area ekstremitas (kurangi penekanan akibat pakaian, selimut).
b.
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan penurunan sirkulasi arteri dan oksigenisasi jaringan
1)
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri dapat teratasi.
2)
Kriteria hasil:
a)
Klien mengatakan nyeri
berkurang/terkontrol.
b)
Ekspresi nyeri
berkurang ataupun hilang.
c)
Skala nyeri 2-4.
d)
Sianosis berkurang.
e)
RR 16-20 x/menit
f)
Frekuensi nadi 60-100
x/menit, nadi teraba kuat,
3)
Intervensi :
a)
Kaji skala, frekuensi,
intensitas dan penyebab nyeri pada ekstremitas.
b)
Kaji juga pola
aktivitas yang masih dapat ditoleransi oleh klien, serta mekanisme mengatasi
nyeri yang dapat dilakukan klien secara mandiri.
c)
Ajarkan/ingatkan klien
tehnik relaksasi nafas dalam dan pengalihan fokus.
d)
Berikan kompres hangat,
bila diperlukan.
e)
Berikan posisi yang
nyaman pada klien.
f)
Minimalkan penekanan
pada area ekstremitas (kurangi penekanan akibat pakaian, selimut).
g)
Monitor tanda-tanda
vital, terutama nilai saturasi O2 dan frekuensi nafas.
h)
Minimalkan aktivitas
pada khususnya daerah lengan kanan.
i)
Kolaborasi pemberian
terapi analgesik, sesuai indikasi
c. Gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak
1)
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar dapat
teratasi.
2)
Kriteria hasil:
a)
Klien menunjukkan
kemandirian dalam kebutuhan makan, minum dan personal hygiene.
b)
Klien tidak bergantung
seluruhnya kepada petugas medis dalam melakukan aktifitas.
c)
Klien menunjukkan
kemandirian mobilitas dalam menggunakan tempat tidur.
d)
Klien terlibat dalam
mobilitas fisik dengan bantuan minimal.
e)
Klien berinisiatif
untuk melakukan mobilitas fisik di tempat tidur
3)
Intervensi :
a)
Kaji tingkat aktivitas
yang dapat di toleransi oleh klien.
b)
Motivasi klien untuk
memaksimalkan fungsi tubuh yang lain dengan latihan secara teratur.
c)
Monitor
alat-alat yang dibutuhkan pasien untuk, perawatan diri, makan, berpakaian,
toileting.
d)
Berikan posisi semi
fowler.
e)
Bantu
pasien dalam menerima ketergantungan kebutuhan.
f)
Anjurkan
pasien untuk menjalakan ADL, untuk melihat tingkat kemampuan pasien.
g)
Anjurkan
untuk mandiri, tetapi tetap membantu pasien jika pasien tidak mampu
menjalankan.
h)
Ajarkan
pada keluarga, untuk memandirikan pasien, dan tetap membantu jika pasien tidak
mampu.
i)
Kolaborasi dengan
fisioterapy dalam latihan aktivitas.
d.
Gangguan mobilitasi
fisik b.d Rasa ketakutan nyeri
1)
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi.
2)
Kriteria hasil :
a)
Pasien berpartisipasi
pada aktivitas yang diinginkan.
b)
Pasien dapat memenuhi
perawatan diri sendiri,
c)
Pasien mencapai peningkatan
toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
3)
Intervensi :
a)
Motivasi pasien dalam
menggerakkan aggota tubuhnya.
b)
Jelaskan akibat dari
imobilisasi.
c)
Jelaskan manfaat
latihan gerak aktif.
d)
Ajarkan untuk melakukan
rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat.
e)
Evaluasi tingkat
kemampuan pasien dalam menggerakkan anggota badannya yang sehat.
f)
Rubah posisi pasien
tiap 2 jam, dan libatkan kemampuan pasien.
g)
Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam melakukan exercise.
e. Cemas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan program pengobatan
1)
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan cemas klien dapat teratasi
2)
Kriteria hasil:
a)
Ekpresi wajah
menunjukan relax.
b)
Pasien mengatakan
penurunan ansietas atau perasaan takut.
c)
Pasien mengerti dan
maampuh menjalani koordinasi dengan tenaga kesehatan dalam pengobatan.
3)
Intervensi:
a)
Catat adanya
kegelisahan dan adanya rasa ketakutan atau menyangkal dalam mengikuti program
medik.
b)
Orientasikan dan informasikan
tentang semua prosedur yang akan dilakukan terhadap pasien.
c)
Informasikan dan
jelaskan tentang kondisi dan prognosis pasien dengan berkolaborasi.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Tim Departemen
Kesehatan RI, (1994) dan Patricia A. Potter (2005). Tindakan keperawatan adalah
pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan tersebut
dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau
mungkin bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya misalnya, ahli gizi dan
fisioterapis. Hal ini sangat tergantung jenis tindakan, kemampuan/keterampilan,
pasien serta tenaga perawat itu sendiri.
Proses pelaksanaan dari keperawatan
mempunyai lima tahap, yaitu: 1. Mengkaji ulang klien, pengkajian adalah suatu
proses yang berkelanjutan yang difokuskan pada suatu dimensi atau sistem.
Setiap kali perawat berinteraksi dengan klien, data tambahan dikumpulkan untuk
mencerminkan kebutuhan fisik, perkembangan intelektual, emosional, sosial dan
spiritual. 2. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan, meskipun
rencana asuhan telah dikembangkan sesuai dengan diagnosa keperawatanyang terlah
teridentifikasi selama pengkajian, perubahan dalam status klien mungkin mengharuskan
modifikasi rencana asuhan keperawatan yang telah direncanakan. 3.
Mengidentifikasi bidang bantuan, beberapa situasi keperawatan mengharuskan
perawat untuk mencari bantuan. Bantuan didapat berupa tambahan tenaga. 4.
Mengimplementasi intervensi keperawatan, perawat memilih intervensi keperawatan
berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yaitu membantu dalam
melakukan aktifita sehari-hari, mengkonsulkan dan memberikan penyuluhan pada
klien dan keluarga, memberikan asuhan keperawatan langsung, mengawasi dan
mengevaluasi kerja staff anggota yang lain. 5. Mengkomunikasikan intervensi
keperawatan, intervensi keperawatan dituliskan atau dikomunikasikan secara
verbal.
Rencana keperawatan biasanya
mencerminkan tujuan intervensi keperawatan. Setelah intervensi keperawatan,
respon klien terhadap pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang
disesuaikan. Dengan menuliskan waktu dan rincian tentang intervensi
mendokumentasikan bahwa prosedur telah diselesaikan.
Pada waktu tenaga perawatan memberikan
asuhan keperawatan, proses pengumpulan dan analisa data berjalan terus menerus
guna perubahan/penyesuaian tindakan perawatan. Beberapa factor dapat
mempengaruhi pelaksanaan perawatan antara lain fasilitas/alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana harus
dilakukan.
5.
Evaluasi
Evaluasi menurut Patricia A. Potter
(2005). Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian
ulang rencana keperawatan. Langkah-langkah evaluasi terdiri dari pengumpulan
data-data perkembangan pasien, menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan
pasien, membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan kriteria pencapaian tujuan yang ada telah ditetapkan, mengukur dan
membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku.
a. Tujuan
tercapai, tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan perilau dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
b. Tujuan
tercapai sebagian, tujuan tercapai sebagian adalah bila pasien menunjukkan
perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan
c. Tujuan
sama sekali tidak tercapai, tujuan sama sekali tidak tercapai jika pasien
menunjukkan perubaha perilaku perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah
baru.
Evaluasi dari revisi rencana perawatan
dan berfikir kritis, sejalan dengan telah di evaluasinya tujuan, penyesuaian
terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Setelah melakukan
evaluasi keperawatan tahap selanjutnya adalah mencatat hasil tindakan
keperawatan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bukti jadi pelaksanaan
keperawatan yang menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dan catatan
respon klien terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan atau reaksi klien
terhadap penyakitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar